Salahkah Evan Dimas dan Ilham Udin Berkarier di Luar Negeri?


Pernahkan Anda mendengar berita: Lionel Messi dilarang bermain di Eropa, atau Neymar, Ronaldo Lima, Rivaldo, atau sederet pemain-pemain yang Anda kenal sebagai pemain hebat lainnya dilarang bermain di klub-klub Eropa, atau katakanlah di luar negaranya sendiri?
Jika belum, maka kita akan, atau sudah, membaca, mendengar, dan menonton berita seperti yang tidak pernah terjadi yang telah disebutkan di awal tulisan ini. Di Indonesia. Ya, di negara kita.
Itulah yang terjadi pada Evan Dimas dan Ilham Udin Armaiyn, setelah keuda pemain itu hijrah dari klub Liga 1 Indonesia, Bhayangkara FC, menuju Selangor FA, kontestan Liga Super Malaysia. Sebenarnya bukan dilarang, tetapi disinggung-singgung, dan katanya menjadi pemicu kegeraman ketua PSSI, Edy Rahmayadi, begitu berita yang saya baca, yang setelah saya membaca berita tersebut, saya harap itu hanyalah hoaks, seperti yang lagi ngetren di Indonesia saat ini: berita palsu.
Soal pemain Indonesia yang notabene juga anggota timnas kebanggaan kita, bermain di luar negeri sebenarnya adalah suatu kebanggaan, baik bagi pemain yang bersangkutan, bagi keluarganya, dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi Evan Dimas dan Ilham Udin Armaiyn akan bermain di Selangor FA, salah satu tim besar di Malaysia. Kalau menurut Anda, iya atau tidak?
Pindah ke Liga Super Malaysia juga bisa dibilang langkah yang tepat untuk pemain muda seperti Evan dan Ilham. Liga Malaysia lebih baik daripada Liga Indonesia. Memang, beberapa tahun lalu, liga negeri ini masih bisa dibilang liga yang bagus dan di atas liga Malaysia. Tapi, Liga Indonesia dengan berbagai persoalannya justru makin disalip Liga Malaysia dari berbagai aspek. Harus diakui memang. Bahkan Liga 1 Go-jek Traveloka 2017 bisa dibilang sangat kacau, itu pandangan kita sebagai penikmat sepak bola Indonesia. Meski saya merasa, liga negeri kita lebih kompetitif daripada Liga Malaysia atau bahkan Liga Thailand, yang juaranya itu-itu melulu, seperti Johor Darul Ta’zim yang merajai Malaysia atau Muang Thong United dan Buriram United yang bersaing di Thailand dalam beberapa tahun terakhir.
Kemudian, yang dijadikan alasan yaitu: permainan Evan Dimas dan Ilham Udin yang merupakan pilar penting timnas Indonesia akan mudah dibaca oleh anggota ataupun pelatih timnas Malaysia. Jika alasan seperti itu yang didengungkan, kita ambil contoh pemain non-Inggris yang bermain di Liga Primer Inggris. Kita ambil contoh pemain timnas Jerman macam Mesut Oezil yang bermain di Arsenal, Emre Can di Liverpool, Leroy Sane di Manchester City, dan banyak lagi yang tidak akan saya sebutkan satu-persatu. Lalu, ketika mereka bermain di Liga Inggris, bukan berarti permainan mereka akan mudah dibaca oleh anggota-anggota timnas Inggris ataupun sang pelatih. Jika demikian, timnas Inggris akan dengan mudah mengalahkan timnas Jerman, dong. Bisa juga berlaku untuk timnas Spanyol, Brasil, dan Argentina.
Jika demikian alasannya, bukankah kita bisa “menyerang balik”. Karena pemain timnas Indonesia bermain di negeri tetangga, Malaysia, yang notabene adalah musuh bebuyutan dalam hal sepak bola, mengapa tidak sebaliknya saja PSSI “menitahkan” Evan dan Ilham untuk mencuri ilmu dan mempelajari permainan anggota-anggota timnas Malaysia, yang tentu saja bakal sering mereka hadapi. Lagi pula, pemain timnas kita di negeri Jiran saat ini kan hanya dua pemain saja, Masakan permainan timnas kita akan terbaca juga, padahal sepak bola adalah permainan kolektif kerja sama, bukan hanya individu atau dua orang saja.
Kemudian, Evan dan Ilham bukanlah pemain mata duitan, atau bahkan tidak puunya rasa nasionalisme. Urusan duit, saya sendiri belum pernah menghitung berapa selisih atau perbandingan antara gaji kedua pemain yang disebut tadi dengan uang hasil berbagai denda dan sanksi yang telah diterima oleh PSSI.
Wajar, pemain sepak bola itu profesi juga. Profesi berarti tentu saja harus dapat bayaran atau gaji. Jika kita  bertanya kepada Evan dan Ilham soal kenapa memilih bermain di Malaysia dalam hal “uang”, ada kemungkinan jawabannya sama ketika kenapa Anda ditanya kenapa lebih memilih merangkap jadi ketua PSSI daripada hanya satu profesi saja. Mungkin saja seperti itu.
Soal nasionalisme, justru harusnya bermain di negeri orang yang juga rival utama dalam hal sepak bola, Evan dan Ilham harus menunjukkan kemampuan dan daya juga terbaiknya sebagai wujud rasa nasionalismenya. Harusnya begitu. Apalagi kalau mempersembahkan trofi juara bagi klubnya nantinya, bukan tak mungkin Evan dan Ilham akan membawa bendera nasional kita, merah putih, saat perayaan gelar juara mereka. Bukankah Andik Vermansah sebelumnya begitu?
Sekali lagi, tidak perlu sewot, geram, atau bersikap negatif-negatif lainnya. Sudah seharusnya kita justru bangga. Generasi muda bangsa kita ternyata dikenal di luar negeri, berkarier di luar negeri, dan tentu mengharumkan nama negeri ini, yang saat ini tengah tidak harum dengan berbagai masalah yang tidak berkesudahan.

"Berkarier di luar negeri, terlebih lagi di liga yang kualitasnya lebih baik daripada Liga Indonesia, akan berpengaruh baik bagi karier si pemain ke depannya dan juga untuk timnas Indonesia"

Komentar

ARTIKEL MENARIK LAINNYA:

Pet Sematary: Kadang Kematian Memang Lebih Baik

Piala Dunia dan Idul Fitri: Sukacita Perayaan Ganda

Akhir Kisah Ajax nan Romantis: Dramatis Sekaligus Tragis